Kamis, 04 Juli 2013

MENGAPA SAPI-SAPI DI EROPA UMUMNYA DIBERI KALUNG BANDUL YANG BERAT?

MENGAPA SAPI-SAPI DI EROPA UMUMNYA DIBERI KALUNG BANDUL YANG BERAT?

Oleh : Ali Suyanto Herli






SAPI
Dalam suatu perjalanan darat menuju Lucerne (Swiss) sekitar dua tahun lalu, kami melewati beberapa negara di sepanjang bawah kaki pegunungan Alpen yang hijau dan indah. Satu hal yang menarik perhatian kami adalah  di negara-negara tersebut setiap sapi yang dilepas di padang rumput hijau selalu dibekali dengan kalung bandul yang besar. Suara kalung bandulnya bisa terdengar dari kejauhan berdentang-dentang, dan kadang mengegetkan juga. 


    Sapi-sapi itu tampak asyik memakan rumput hijau sepanjang waktu, dan tentu saja rata-rata ukuran badan sapi itu tampak jauh lebih besar dan sehat daripada ukuran rata-rata sapi di Indonesia. Dan tidak seperti di narasi buku-buku pelajaran anak Sekolah dasar (SD) di Indonesia dimana selalu akan ada anak gembala kecil yang harus menggembalakan semua sapi itu sambil memainkan seruling bambunya, maka di Eropa yang terkenal sistem 'padat modal' dan efisien dalam menggunakan tenaga kerja (dan mahal pula biaya karyawan di sana) hal itu tidak tampak. Sapi-sapi itu bebas berkeliaran tanpa ada yang harus menunggu.
  

KALUNG BANDUL YANG BERAT
Kembali pada kalung bandul yang berat tadi. Kami pada awalnya memang tidak tahu alasan itu, dan semula penafsiran kami lebih kepada assesories saja, atau supaya si pemilik mudah untuk mencari atau membedakan sapi-sapi miliknya dari sapi milik orang lain.

     Saat kami tanyakan hal itu kepada beberapa orang. Kami mendapatkan jawaban yang berbeda sekali.
    Jadi sapi-sapi itu diberi kalung bandul besi yang berat supaya kepala sapi cepat lelah dan lebih banyak tertunduk ke bawah, dan bila sudah dalam keadaan seperti itu lalu sapi-sapi itu dibawa ke padang rumput yang hijau dan luas, bayangkan apa yang akan dilakukan semua sapi-sapi itu? Jelas sekali, sapi-sapi itu hanya akan makan terus sampai terkenyang-kenyang, dan tidak akan mempedulikan hal-hal lain yang terjadi di sekitarnya.

     Kalau sapi-sapi itu sudah gemuk karena makan terus-menerus, tentu hasil susu dan dagingnya juga akan lebih optimal dan berlimpah. Peternak pun senang karena pendapatannya juga akan bertambah. Everyone's happy
    Beda dengan di Indonesia dimana kadang para peternak menggelonggong sapinya (sapi dipaksa minum sebanyak-banyaknya) sebelum disembelih dengan tujuan agar daging sapi lebih berat, namun hal itu malah cenderung membuat kualitas daging sapi lebih cepat rusak. Cara mendapatkan keuntungan cepat, namun merugikan pihak konsumen.
    Definisi menurut Wikipedia, istilah glonggongan (diambil dari bahasa Jawa, glonggong) yang dikaitkan dengan produk daging (biasanya  sapi), dipakai untuk daging yang dijual setelah melalui proses yang tidak wajar. Beberapa jam sebelum penyembelihan, hewan potong diminumkan air (secara paksa) dalam jumlah besar dengan maksud meningkatkan massa daging . Walhasil, setelah hewan dipotong bobot dagingnya akan lebih tinggi dan, dengan demikian, harga jualnya lebih tinggi. Dalam waktu yang cukup singkat, namun cukup lama untuk penjualan, bobot daging akan menyusut secara drastis setelah airnya keluar. Cara penjualan curang seperti ini banyak dilaporkan di daerah Jawa Tengah. Penjualan daging glonggongan melanggar hukum. Selain itu daging glonggongan diduga tidak sehat untuk dikonsumsi.



FILSAFAT
Sepulang dari acara perjalanan tersebut, di dalam pesawat terbang Airbus yang membawa kami dari Bandara Charles de Gaulle Paris menuju Jakarta, secara tidak langsung saya teringat kembali dengan ilmu sapi di atas dan kaitannya dengan ilmu manajemen dan kepemimpinan, namun dari sisi pandang yang komedis.
    Memimpin suatu bangsa juga harus ada ilmunya. Jika rakyatnya selalu kenyang dan nyaman, mampu membeli barang-barang kebutuhannya, tingkat pengangguran rendah, gejolak-gejolak kecil yang ada di sekitarnya tentu akan lebih terabaikan. Orang yang sudah kenyang, sehat dan nyaman umumnya akan cepat mengantuk setelah seharian bekerja. Mereka memilih tidur pulas daripada harus menyaksikan tontonan-tontonan politik bodoh di televisi setiap malam.
    Jika rakyat makmur, ekonomi akan tumbuh, dan target penerimaan pajak & retribusi bisa ditingkatkan setiap tahunnya. Program-program pembangunan dapat berjalan. Sarana infrastruktur dapat dipelihara dan dikembangkan.

   Namun sebaliknya bila masyarakat hidupnya susah, lapar, sakit, banyak pengangguran, harga barang-barang kebutuhan melambung tinggi tidak terbeli, inflasi tinggi, dan ketimpangan yang njomplang, maka jika terjadi gejolak kecil saja dalam pemerintahan akan mampu membuat 'trigger' yang lebih besar lagi. Apalagi bila gejolak itu berupa ajang para pejabat berkorupsi ria dalam jumlah nominal rupiah besar, maka hal itu akan lebih menyakitkan masyarakat secara umum.
    Sudah hidupnya susah, masih dikejar-kejar pajak pula.
    Apa kata dunia?

Tidak ada komentar: