Rabu, 03 Juli 2013

Investasi Property, Apakah Selamanya Aman dan Menguntungkan?

Investasi Property, Apakah Selamanya Aman dan Menguntungkan?

Oleh : Ali Suyanto Herli





Properti
Beberapa dasa warsa terakhir ini sektor properti mengalami booming luar biasa. Kenaikan harga properti, baik itu tanah, rumah, apartment maupun rumah tinggal setiap tahunnya selalu positif dan bahkan umumnya lebih besar daripada yield tingkat tabungan atau deposito di perbankan.
    Di Indonesia kenaikan harga properti itu sudah hampir dalam tahap yang membingungkan, karena hampir sudah tidak wajar lagi kenaikan harga setiap tahunnya. Namun anehnya setiap kali kita melihat acara launching suatu perumahan atau apartment misalnya, seluruh unit selalu terjual habis. Sold out. Bahkan seringkali karena jumlah pembeli melebihi jumlah unit properti yang akan dijual, maka dilakukan undian untuk menentukan pembeli mana yang berhak untuk membeli unit propertinya. Geleng-geleng kepala?


    Fenomena 'panic buying' seperti itu membuat kita terheran-heran. Katanya penduduk Indonesia banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, koq mereka mampu membeli properti di harga milyardan rupiah? Bahkan banyak dari mereka yang mampu memborong properti di Singapura dan Australia.
   Kalau kita tilik harga properti yang dijual tersebut, rata-rata sudah di atas Rp 1 milyard per unitnya. Di Jakarta harga sebuah apartment bisa mencapai Rp 5 milyard per unitnya, dan herannya ya laku terjual habis walau pihak developer baru menjual gambar dan konsepnya saja di awal.
    Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, selama satu dekade atau kurun 2000-2010, rata-rata kenaikan harga properti adalah 10 persen. Persentase sebesar ini terjadi di lokasi premium seperti Sudirman CBD, Thamrin CBD, ataupun Kuningan CBD. Jumlah itu terus meningkat hingga 20-30 persen selama tiga tahun terakhir. Sementara di kawasan non-CBD, pertumbuhan harga properti mencapai separuhnya yakni 15 persen sampai 20 persen (kutipan dari Kompas.com tanggal 3 Juli 2013, Properti).

Resiko
Sektor properti yang terlalu tinggi harga dan kenaikannya akan membuat ekonomi moneter menjadi riskan dan 'over heated'. Banyak contoh krisis ekonomi suatu negara atau suatu regional diawali dengan hancurnya (crash) sektor properti. 
      Orang membeli rumah bukanlah melulu untuk ditinggali, namun juga sebagai suatu bentuk portfolio  investasi, karena tingkat margin keuntungannya memang cukup menjanjikan. Maraknya korupsi dimana uang haram itu 'dicuci' dengan pembelian properti dengan menggunakan nama anggota keluarga lain juga turut meningkatkan 'demand' properti ke tingkat yang tidak wajar lagi. Merusak keseimbangan harga wajar. Bagi tipe pembeli seperti itu, membeli rumah dengan harga berapa pun tidaklah menjadi suatu masalah, karena uangnya juga didapat dari cara yang 'ilegal'.


       Harga properti yang sudah tidak wajar lagi cenderung akan menciptakan harga semu. Dan harga semu itu pada suatu ketika nanti akan terkoreksi untuk kembali ke titik keseimbangnnya (equilibrium) antara pertemuan tingkat permintaan (demand) dan tingkat penawaran (supply) yang ada pada suatu saatnya nanti. Makin jauh jatuhnya harga koreksi itu akan makin parah effeknya pada moneter. Contoh mudahnya bila nilai properti jatuh sebesar 50% misalnya, maka sebagian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan akan mengalami macet yang sistemik. Hancurnya harga properti itu akan membuat para investor meninggalkan investasinya. Satu hal lagi, jatuhnya perbankan akan berpengaruh ke ekonomi nasional.
      "Harus diperhatikan juga, berapa lama kenaikan ini akan berlangsung. Harga yang terlalu tinggi juga berbahaya, jika ternyata yang membeli properti adalah investor bukan pemakai akhir. Kalau sampai komposisi investor mendominasi pembelian properti, akan berpotensi terjadinya 'crash'," papar Hendra kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (26/5/2013).



Mengapa Harga Properti Selalu Naik?
Ada beberapa sebab mengapa harga properti selalu naik. 
1. Kenaikan demand terhadap supply properti yang ada. 
    Sehingga secara hukum ekonomi maka harga unit yang dijual akan naik
2. Kenaikan harga properti secara umum.
     Misalnya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas suatu properti setiap tahun akan mengalami kenaikan dimana besarannya ditetapkan oleh Pemda setempat, walau hal ini lebih kepada tujuan meningkatkan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3. Kebijakan 'menggoreng harga' oleh pihak pengembang atau developer
    Ini lebih kepada aktivitas marketing strategi pihak pengembang untuk membuat kesan kepada pihak calon konsumen dan pihak yang telah menjadi konsumennya 'seolah-olah' membeli properti di wilayahnya ternyata menguntungkan, dimana harga selalu naik tinggi setiap periode. Kebijakan menaikkan harga itu tidak memperhitungkan ada atau tidaknya demand di harga baru tersebut. Nah, kadangkala pematokan harga baru itu bisa sangat subyektif sekali. Tidak ada dasar yang jelas. Repot bukan, bilamana antar developer saling berlomba 'menggoreng harga'? Yang rugi tentunya adalah para pemakai akhir (end-users), bukannya investor, yang benar-benar mau membeli rumah untuk ditinggali. Kebutuhan rumah tangga baru akan sektor perumahan setiap tahunnya bertambah, namun karena kenaikan harga rumah jauh lebih cepat akselerasinya daripada kenaikan penghasilan pasangan muda tersebut, maka semakin sedikit pasangan-pasangan muda itu yang mampu membeli rumah secara KPR (apalagi membeli rumah secara cash keras dengan uang sendiri). Akibatnya mereka akan menyewa rumah dahulu, dan berita buruknya semakin lama nanti daya beli pasangan muda itu akan semakin jauh dari kemampuannya membeli rumah sendiri, karena harga rumah setiap tahun naik tinggi.

     Di sisi lain bila langkah ini tidak dilakukan pihak developer, karena misalnya tingkat permintaan memang belum siap / tinggi, maka sudut pandang pihak konsumen yang telah membeli properti di wilayah itu akan mengambil suatu kesimpulan bahwa berinvestasi di lokasi itu adalah stagnan, bahkan kalah cepat kenaikannya dibandingkan lokasi-lokasi lain (yang mungkin naik karena 'goreng harga'). Lalu mereka akan meninggalkan lokasi propertinya (sepi, kemudian tidak berkembang) untuk beralih membeli properti yang lebih cepat naik harganya.
   Kita tidak bisa menyalahkan investor. Mereka pasti akan memutar uangnya sehingga memberikan laba yang seoptimal mungkin melebihi tingkat inflasi. Jika uangnya kalah cepat berkembang daripada tingkat inflasi, maka daya beli uang itu akan tergerus / berkurang. Secara jumlah absolut tumbuh, tetapi kemampuan beli si uang semakin berkurang. 

    Untuk mencegah resiko jatuhnya ekonomi secara lebih parah, dibutuhkan proteksi dan kerja-sama dari beberapa instansi pemerintah dan swasta lainnya. Dahulu pernah terdengar wacana dari Bank Indonesia (BI) untuk membuat regulasi kepada perbankan bahwa KPR untuk pembelian rumah kedua-ketiga dan seterusnya haruslah lebih besar daripada rumah pertama. Hal ini untuk menekan peluang investasi para spekulan di properti agar harga terkendali, dan ekonomi secara makro tidak cepat panas.
    Namun hal itu tidak terdengar lagi kelanjutannya.
  
Anda Berminat Investasi Properti?
Jika Anda mempunyai kelebihan uang yang terbatas dan merencanakan untuk berinvestasi di sektor properti, boleh-boleh saja. Menurut beberapa pakar bisnis, untuk meningkatkan assets dan laba secara optimal, maka kita harus mengkombinasikan bisnis dengan properti. Bisnis tetap jalan seperti biasa, memberikan laba usaha. Tapi Anda juga harus membeli properti untuk menunjang bisnis Anda. Belilah properti dengan cara KPR dan dengan angsuran sesuai dengan kemampuan kita. Bila KPR sudah lunas dan harga properti kita sudah naik tinggi, mintalah kembali pembiayaan modal kerja kepada bank namun dengan plafond kredit yang jauh lebih tinggi. Tambahan modal kerja bank yang lebih besar berarti juga peluang untuk membesarkan bisnis dan laba usaha. 
     Belilah properti di wilayah yang masih berkembang di masa depannya. Hindari properti yang terkena banjir, dekat dengan kuburan atau saluran listrik tegangan tinggi (SUTET), akan terkena pelebaran jalan / jalan tol, dan akses masuk terbatas serta sulit. Akan merupakan suatu keuntungan jika jalur transportasi umum juga melewati lokasi properti yang akan dibeli, sehingga memudahkan mobilitas para penghuninya. Aspek-aspek feng shui kadang dapat dipertimbangkan, seperti hindari nomor properti 13 (tiga belas), hindari ketinggian properti yang lebih rendah daripada ketinggian muka jalan (terimbas banjir dari limpasan genangan air jalan), hindari rumah tusuk sate (resiko tertabrak mobil yang rem blong).


    Namun ada kalanya saat Anda mau masuk ke suatu wilayah properti, harganya sudah terlalu tinggi. Tidak wajar. Atau harga semu. Maka Anda harus kalkulasi ulang secara hati-hati, apakah jika beli properti dengan hutang bank, kemampuan bayar masih masuk untuk masa tenor hutangnya (dan Anda tentunya tidak ingin menjadi budak pekerja keras seumur hidup Anda hanya untuk membayar angsuran KPR itu bukan? Hidup juga harus ada enjoy-nya). Atau jika misalnya Anda sewakan ke pihak ketiga, apakah mudah mencari penyewa dan harga sewanya masih sepadan dengan harga beli properti itu? Atau bila  Anda beli lalu buka usaha sendiri di properti itu, apakah Anda yakin tingkat omset dan laba usahanya mampu untuk membantu bayar angsuran bank selama masa tenor (misal 10 tahun)? Perhatikan juga tingkat kompetisi semua sektor usaha saat ini adalah sangat ketat. Satu usaha sukses, maka otomatis akan muncul pengekor lainnya dalam jumlah banyak dan sangat kompetitif.


     Atau Anda mungkin akan menjual kembali properti itu dalam waktu singkat setelah harga naik? Yakin kah Anda harga properti itu HARUS naik setelah sekian waktu? Jual-beli properti kadang seperti mencari jodoh. Kadang bisa cepat transaksinya kalau jodohnya bertemu, dan bisa sebaliknya juga, dengan asumsi lokasi dan harga wajar. Suatu properti di lokasi yang bagus dan harga wajar belum tentu akan langsung terjual keesokan harinya setelah Anda pasang iklan hari ini.
   Jika hasil analisa dan perhitungan tidak lah masuk, maka sebaiknya pikirkan ulang ide itu. Bisa ditunda, atau cari properti di area lain dimana harganya masih wajar namun juga tetap memperhatikan prospek pengembangan daerah tersebut. Atau investasi di portfolio lain seperti emas, saham, obligasi atau lainnya. Namun kita harus tahu juga bahwa investasi di emas pun juga ada resiko harga turun seperti yang sedang terjadi saat ini. 
   Laba atau rugi itu bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang yang sama.
   Namun umumnya investasi di properti cukup aman dan menguntungkan, apalagi jika kita tepat menganalisa prospek daerah-daerah yang akan berkembang sejalan dengan rencana (master plan) pengembangan dari Pemda setempat di Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).
   Bila Anda tetap 'masuk' membeli properti di harga yang sangat tinggi, bilamana harga properti mengalami 'crash', maka Anda yang akan menanggung resiko itu. Suatu harga bila sudah di titik tertinggi, tidak ada jalan lain kecuali harga itu akan turun kembali. Namun bila harga itu masih di titik yang wajar, potensi harga naik relatif masih ada, dan yang terpenting peluang untuk harga turun / jatuh lebih tipis daripada harga sudah di puncak.


   Memang sulit untuk menentukan apakah suatu harga sudah berada di puncak atau masih di titik wajar, apalagi tiap-tiap daerah berbeda-beda standardnya. Untuk itu kita harus 'sedikit' kerja keras mencari informasi kiri-kanan dan beberapa sumber yang dapat diyakini valid tentang transaksi-transaksi properti yang pernah terjadi di situ dari waktu ke waktu. Trend kenaikan harganya bandingkan lah dangan trend kenaikan harga properti lain di sekitar lokasi tersebut.
   Itu pun belum tentu menjamin kita tidak akan salah analisa. Kadang ada unsur insting bisnis dan faktor 'luck' yang berperan besar juga di tingkat keberhasilan kita mengeksekusi hasil analisa itu.
   Sebuah artikel di situs Yahoo Voices pada tanggal 20 April 2007 berjudul "How You Can Make Wise Investment with a Small Amount of Money" oleh Mrs Reene,  merumuskan dengan tepat alinea di atas dengan kalimat sebagai berikut, "The key to making wise investments with a small amount of money is making sure that you do your research. Each person has a different situation, and lives with different circumstances, so what may work for one person may not work for you. Take the time to investigate thoroughly before you put your money into anything. Once you have decided where you are going to invest your money you then need to just sit back and watch it grow"


Wise Investment
Warren Buffet memberikan 5 tips bagaimana melakukan investasi yang bijaksana. Kami coba tulis ulang nasehatnya di sini.
1. Fears in others is an opportunity for you.
    Keep your head about you when others decide with fear and you’ll find value at every turn.
 2. Invest in what you understand
     It doesn’t matter how good a deal you’ve found or how cool an investment opportunity seems. If you don’t understand how it works, steer clear. You probably have at least one friend who is always rushing from one “perfect investment opportunity” to the next. Unless you can afford to burn money in a barrel (which you shouldn’t), steer clear of investments that you don’t fully understand.
3. Maintain a healty margin
4. Concentrate on long term result
5. Take full responsibility for your investment decisions




Dimana Batas Cukup?
Mempunyai banyak uang memang bikin pusing, bingung mau diputarkan kemana. Tapi tidak mempunyai uang malah lebih pusing lagi. Manusia selalu takut merasa miskin, sehingga seringkali ego dan rasa tamaknya menjadi tujuan dari hidupnya. Mereka berlomba-lomba punya uang banyak, punya properti banyak, punya segalanya serba banyak, yang parahnya kadangkala ditempuh dengan cara-cara ilegal yang merugikan pihak lainnya. 
    Penyesalan selalu datang terlambat saat mereka dikejar-kejar aparat hukum untuk tindakan ilegalnya. Saat ini developer diwajibkan melaporkan transaksi properti senilai Rp 500 juta ke atas kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) guna mengurangi peluang 'money laundry' di atas. 
   Dinas Pajak juga akan memeriksa transaksi keuangan setiap wajib pajak di Indonesia. Bilamana ada transaksi keuangan wajib pajak dimana secara data kemampuan finansiil tidak mampu dibandingkan dengan harga tranksasi, maka wajib pajak siap-siap akan dikirim 'surat cinta' oleh KPP wilayahnya.
    Pada saat manusia mati nanti, saya juga sama, kita tidak akan membawa semua properti itu. Kita hanya membutuhkan tanah sekitar 2 x 3 meter sedalam 6 kaki. Bahkan bagi kaum tertentu yang percaya pada kremasi (eco green earth), maka mereka tidak membutuhkan apa-apa lagi.
   Selamat sore.



3 komentar:

Fadilah nur mengatakan...

like it..good job!!!

Percikan Permenungan mengatakan...

Terima kasih :)

Unknown mengatakan...

Investasi property merupakan salah satu investasi teraman dan menguntungkan karena harga nya selalu meningkat meskipun membutuhkan jangka waktu yang panjang dan susah likuid. pojokinvestasi.com