Percikan Permenungan : FILSAFAT TEH & KEMARAHAN
Oleh Ali Suyanto Herli
...: FILSAFAT TEH & KEMARAHAN Oleh Ali Suyanto Herli TEH SEBAGAI TEH Sejak dahulu kala minuman teh dipercaya membawa khas...
banyak hal-hal kecil yang kadang terlewatkan saat kita sedang termenung; ternyata semua itu dapat menjadi sesuatu yang menarik saat disajikan dengan cara yang tepat ALI SUYANTO HERLI (Blog's owner)
Sabtu, 29 Juni 2013
FILSAFAT TEH & KEMARAHAN
Oleh Ali Suyanto Herli
TEH SEBAGAI TEH
Sejak dahulu kala minuman teh dipercaya membawa khasiat kesehatan kepada manusia. Di beberapa negara Asia seperti China, Jepang dan Korea tradisi minum teh telah berlangsung berabad-abad lalu. Jenis tea yang disediakan juga berbagai macam dan aroma yang beragam pula. Ada teh hijau, teh putij, teh oolong hingga teh hitam. Ada yang beraroma melati, vanili, lemon, krisan, camomile, apel hingga rossela. Bahkan di Eropa, mereka minum teh pada sore hari sembari ditemani snack biskuit.. Varian teh selalu berkembang menyesuaikan tuntutan kebutuhan konsumen.
Cara pengolahan dan cara meminum teh juga bisa berbeda-beda di setiap kultur budaya. Di China, negara yang dianggap paling 'senior' di dalam mengolah teh, mereka menggunakan minuman teh pada seduhan kedua saja, karena pada seduhan kedua itu getahnya dianggap mampu menggelontorkan lemak di dalam tubuh kita. Seduhan air panas pertama untuk membuang debu dan kotoran yang menempel pada daun-daun teh dengan cara dibilas. Seduhan ketiga dianggap sudah berkurang kadar getah khasiatnya.
Di China umumnya mereka meminum teh tanpa gula. Semakin pahit, dianggap semakin baik. Hal ini berbeda dengan pola minum teh di pulau Jawa yang umumnya selalu teh manis. Jika kita pesan minuman teh di warung makan atau restoran di Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka persepsi si pelayan adalah selalu teh manis. Selain manis, umumnya kita ditawari juga minum teh dengan es. Dingin. Di China umumnya mereka minum teh tanpa es.
Jadi ada beragam cara dalam meminum teh. Namun satu hal yang pasti adalah banyak orang menghormati acara minum teh.
Menurut situs Wikipedia, tanaman teh berasal dari China. Berikut kami kutipkan, "Negeri Cina
menjadi tempat lahirnya teh, disanalah pohon teh Cina (Camellia
sinensis) ditemukan dan berasal. Tepatnya di provisnsi Yunnan, bagian
barat daya Cina. Iklim wilayah itu tropis dan sub-tropis, dimana daerah
tersebut memang secara keseluruhan adalah hutan jaman purba. Daerah
demikian, yang hangat dan lembab menjadi tempat yang sangat cocok bagi
tanaman teh, bahkan ada teh liar yang berumur 2,700 tahun dan selebihnya
tanaman teh yang ditanam yang mencapai usia 800 tahun ditemukan
ditempat ini."
Teh pada awalnya digunakan sebagai bahan obat-obatan, terutama pada saat terkena senjata oleh pihak lawan,. maka pihak yang cedera itu segera diberikan minuman teh untuk melancarkan metabolisme dan membuang racun agar dapat keluar bersama metabolisme tubuh itu. Dalam perkembangannya teh kemudian berkembang juga sebagai minuman di rumah-rumah penduduk, bahkan menjadi tradisi untuk menjamu tamu yang datang.
Dari China, budaya minum teh berkembang ke Jepang dan negara-negara lainnya di seluruh dunia. Para bhiksu di negara-negara Asia bahkan mengajarkan jika kita meminum teh haruslah tanpa suara percakapan dan tanpa disambi dengan aktivitas apa pun. Jadi konsentrasi menikmati rasa dan aroma teh sepenuh hati. Rasakan saat pertama kali air dan getah teh dituang dari bibir cangkir, lalu menyentuh bibir kita. Biarlah getahnya membasahi rongga mulut dan ujung lidah kita, sebelum pelan-pelan diguyurkan ke dalam tenggorokan. Rasakan sensasi sesudahnya, segar dan sakral.
Jadi sangat tidak dianjurkan untuk meminum teh dalam kedaan marah, karena kita tidak akan dapat merasakan sakralnya teh. Apalagi jika teh itu tidak diminum, tetapi dibuang dengan cara disemburkan ke muka orang lain, tentu hal itu sangat menghina teh dan sekaligus menghina muka orang yang disembur teh. Asal tahu saja, ada suatu jenis teh di China yang harga per kilogramnya sampai seharga satu mobil Honda Jazz (Rp 150 jutaan), karena dipercaya mempunyai khasiat obat yang sangat manjur. Teh jenis itu menggunakan sejenis tumbuhan yang hanya tumbuh di dataran tinggi Tibet, dan hanya muncul pada saat musim panas. Di musim dingin tanaman itu 'masuk' ke dalam tanah.
MARAH
Lalu bagaimana bila pada suatu pertemuan kita marah pada orang lain, dan celakanya ada teh di depan kita pada saat yang bersamaan? Justru pada saat itulah kita sebenarnya dapat meredakan emosi dengan mencoba meneguk teh secara perlahan-lahan, atau mencoba gaya bhiksu di atas. Teh panas yang pahit dan diminum dengan cara penuh konsentrasi mampu memperlambat gejolak emosi manusia.
Tapi bagaimana jika satu cangkir teh habis ditenggak namun emosi masih meluap-luap? Cobalah tahan nafas, ingat terapi 'anger management'. Dengan cangkir yang kosong, kabar baiknya kita sudah tidak dapat mengguyur lawan bicara kita lagi. Gelasnya yang dilempar? ya, tidak lah. Kemaraham tidak ada hubungannya dengan gelas.
Emosi manusia selalu dapat berubah-ubah sesuai faktor pengaruh dari luar dan dari dalam diri kita sendiri. Namun manusia dewasa yang bertanggung-jawab selalu mampu mengontrol dirinya sendiri, dan paham batas-batas tata krama kesopanan di masyarakat umum. Tindakan yang melanggar tata krama hanya akan mempermalukan diri kita sendiri, apalgi bilamana hal itu disaksikan secara langsung oleh orang banyak.
Menurut Mayo Clinic, ada 10 langkah mudah agar kita mampu mengendalikan amarah (sebelum si amarah yang mengendalikan diri kita) :
1. Take a timeout
2. Once you're calm, express your anger
3. Get some exercise
4. Think before you speak
5. Identify possible solutions
6. Stick with 'I' statements
7. Don't hold a grudge
8. Use humor to release tension
9. Practice relaxation skills
10.Know when to seek help
FORUM DISKUSI
Rambut manusia bisa sama hitamnya, namun isi kepalanya bisa 1.001 cara pikir. Dalam suatu diskusi atau debat, apalagi bila pihak penyelenggara acara sengaja memilih tema yang 'panas', mengundang pembiacara yang 'mudah terbakar dan flamboyan', serta pihak moderator acara memang sengaja menggiring ke arah titik panas, maka yang selamat adalah pihak yang selalu 'eling lan waspada' (meminjam istilah Ronggowarsito).
Beda pendapat adalah hal yang wajar. Di masyarakat yang heterogen dan kompleks seperti saat ini, perbedaan pendapat bukanlah musuh yang harus dibinasakan dan ditiadakan. Keragaman pola pikir dan pendapat adalah hak asasi manusia. Dan tentunya semua kebebasan tersebut dibentengi oleh pagar hukum yang ada. Tidak ada rumusan 'menang-kalah' dalam suatu diskusi, karena sudut pandang orang dapat berbeda-beda. Ingat cerita sepuluh orang buta yang disuruh menjelaskan tentang gajah? Si buta pertama yang memegang belalainya akan menjelaskan gajah seperti ular besar. Si buta kedua yang memegang daun telinga gajah akan menjelaskan gajah seperti daun lebar. Si buta ketiga yang memegang perut gajah akan lain lagi deskripsinya. begitu juga yang memegang ekor, atau kaki atau gading, atau bagian tubuh gajah lainnya.
Masalah mana yang benar dan mana yang salah, biarlah masyarakat dan waktu yang akan menilainya kelak. Kita hidup dalam satu bangsa dan saling menghargai satu sama lainnya. Marilah kita menghargai juga pendapat orang lain, dan jika berbeda dengan pendapat kita, jangan itu lantas membuat kita marah lalu membuang minuman teh yang punya khasiat dan tradisi luhur. Apalagi sampai membuangnya ke muka orang lain.
Bagian dari tubuh manusia yang paling tinggi kadar harga dirinya adalah wajah muka di bagian kepala. Hinaan atau ejekan di bagian muka akan lebih menyakitkan daripada hinaan di bagian kaki atau tangan. Pukulan di wajah berupa tempeleng akan terasa sangat menghina secara moral daripada pukulan di kaki, misalnya. Muka adalah tempat manusia mengekspresikan segala hal, dari sedih sampai dengan gembira. Dan satu hal yang jelas, muka manusia bukanlah tempat membuang sampah.
Jika ada satu bagian tubuh manusia yang paling sangat dirawat keindahannya, maka itu adalah wajah manusia. Orang bersedia membeli obat atau melakukan operasi sekali pun agar wajahnya tetap bersinar cerah dan tampak awet muda. Agar cantik atau ganteng. Orang dapat dibedakan dengan orang lain karena dari faktor wajahnya.
Mari kita minum teh bersama-sama seusai membaca artikel singkat ini, dan tentunya dalam suasana yang tenang dan bahagia agar manfaat teh itu lebih optimal. Jika hal ini dapat menjadi budaya bagi bangsa Indonesia, tentu tidak akan terjadi peristiwa memalukan di acara pagi sebuah stasiun TV swasta Indonesia dimana seorang nara sumber sedemikian marahnya karena berbeda pendapat dengan nara sumber lainnya sehingga sampai melempar air teh ke wajah si nara sumber lawannya.
Terima kasih, dan mohon maaf.
Langganan:
Postingan (Atom)